WELCOME TO ENGLISH BLOG

Rabu, 23 November 2016

Kota Pusaka

Kenapa Kota Tegal Layak Jadi Kota Pusaka? Ini Jawaban Sejarawan

Kenapa Kota Tegal Layak Jadi Kota Pusaka? Ini Jawaban Sejarawan
Tribun Jateng/Mamdukh Adi Priyanto
Cheribon Sttomtram Maatschappij (SCS). Kantor Birao tersebut dibangun Belanda pada sekitar 1913. Gedung yang terletak di depan Stasiun Tegal itu tampak tidak terawat Laporan Wartawan Tribun Jateng, Mamdukh Adi Priyanto
TRIBUNJATENG.COM,TEGAL - Dari masa penjajahan Kolonial Belanda, banyak peninggalan sejarah di Kota Tegal yang sampai saat ini masih tersisa dan menjadi cagar budaya.
Peninggalan bangsa Belanda fisik terlihat dari sejumlah bangunan di Kota Bahari. Hingga kini, bangunan tersebut terlihat bangunan seperti pada awal dibangun meskipun ada sejumlah sentuhan perubahan di beberapa titik bangunannya.
Jejeka sejarah Kota Tegal tersebut terserak di sejumlah titik. Antara lain di kompleks bangunan yang saat ini jadi Stasiun Tegal.
"Stasiun Tegal dulu merupakan maspakai perkeretapaian Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS). Stasiun yang merupakan penghubung kota-kota yang berada di pantura," kata Sejarawan Pantura, Wijanarto, Sabtu (19/11/2016).
Bangunan Stasiun Tegal hingga saat ini masih difungsikan menjadi pemberhentian moda angkutan transportasi kereta api. Dari kereta kelas ekonomi, bisnis, hingga eksekutif berhenti di stasiun besar itu.
Di depan Stasiun Tegal atau di sebelah barat, terdapat bangunan besar. Bangunan tersebut dikelilingi pagar seng keliling. Tampak tak terawat dengan rumput ilalang bebas tumbuh di halaman.
Wijanarto mengatakan bangunan tersebut merupakan kantor kereta api atau dulu disebut Gedung Birao Semarang- Cheribon Sttomtram Maatschappij (SCS). Kantor Birao tersebut dibangun Belanda pada sekitar 1913.
"Karena saat itu, Kota Tegal sangat berpengaruh terhadap perkembangan daerah-daerah lain yang terletak di Pantura. Belanda ingin menjadikan Kota Tegal pusat perekonomian karena letaknya sangat strategis," jelas Wijanarto.
Mengacu konsep arsitektur Eropa dengan bangunan memanjang merespon lintasan matahari tropik, dari timur ke barat. Bangunan ini tampak mirip seperti Lawang Sewu di Semarang. Namun, sayang saat ini bangunan tidak jelas peruntukannya, hanya saja di depan pagar seng tertulis aset PT KAI (Persero)Tidak jauh dari bangunan tersebut, ada menara PDAM yang dibangun pada zaman Belanda atau pada 1917. Terletak di dekat Alun Alun Kota Tegal. Kalau siang, menara air tersebut terlihat jelas karena ukurannya yang cukup besar.
Dulu, menara itu disebut Tower Woterleideng Bedrif of Province Maden Java. Dibangun saat itu untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga Kota Tegal. Menara ini juga pernah berfungsi ditempatkannya sirine untuk tanda buka puasa dan imsak.
Jejak bangunan sejarah Kota Tegal juga terserak di Jalan Pemuda dan Jalan Proklamasi. Di Jalan tersebut, terdapat bangunan yang saat ini difungsikan menjadi Gedung DPRD. Bangunan peninggalan Belanda tersebut dibangun sekitar 1750.
"Bangunan DPRD dulu menjadi rumah Residen Tegal. Dulu, Tegal menjadi Residen atau kota kecil atau Exs Gemeente," paparnya.
Menurutnya, Gedung DPRD dulu pernah difungsikan menjadi Balaikota Tegal. Baru pada 1987, Balaikota pindah ke Jalan Ki Gede Sebayu, gedung tersebut resmi menjadi gedung wakil rakyat.
Di sebelah Gedung DPRD terdapat Kantor POS Besar. Dahulu, setelah dibangun pada 1930-an, digunakan sebagai Markas Angkatan Laut. Kemudian pada 1954 diserahkan kepada Post Telegraafend Telefoon Diensts (PTT). Kemudian, jawatan tersebut berubah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomonuikasi dan berubah hingga saat ini menjadi Kantor Pos.
Sementara, gedung yang saat ini difungsikan Markas Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Tegal, dahulunya merupakan Bank Nederlandsche Handelsmaatschappij (NHM) yang merupakan bank pada masa kolonial Belanda.
Wijanarto mengatakan, banyaknya bangunan sejarah di Kota Tegal menandakan pada masa silam, pusat perdagangan dan perekonomian pantura satu diantaranya di Tegal.
Selain angkutan transportasi kereta api, pesisir Tegal juga pernah menjadi pelabuhan gula yang selanjutnya didistribusikan ke sejumlah daerah di Jateng dan Jabar.
"Pemerintahan kolonial Belanda menjadikan Tegal sebagai kota kecil mereka di Indonesia. Tidak hanya perekonomian, tapi juga gaya hidup," ucapnya.Ia menyebut di Tegal ada beberapa bangunan sebagai Societeit atau disingkat jadi soos yakni klub malam dalam Bahasa Belanda. Societeit menggunakan sistem keanggotaan. Hanya kalangan pengusaha, priyayi, dan pejabat yang boleh datang ke klub eksklusif itu.
"Dari segi peninggalan bangunan, Kota Tegal layak mendapatkan sebutak Kota Pusaka. Namun, dengan catatan, bangunan tersebut tetap dijaga dan dirawat agar terus eksis," tandasnya. (*) Sumber :http://jateng.tribunnews.com/2016/11/19/kenapa-kota-tegal-layak-jadi-kota-pusaka-ini-jawaban-sejarawan?page=3


EmoticonEmoticon